Menjalani sebagai seorang perempuan yang lulus SMA, merantau secara tidak sengaja karena kereta yang seharusnya berhenti di Jogja, justru membawaku ke Ibu kota,rasanya aneh tapi ini adalah kisah yang unik kisah yang menuntutku untuk memalingkan cita-citaku.
Aku masih ingat ketika namaku di panggil saat wisuda di sekolah menegah atas 45 di Surabaya.
“octa mufti Hermansyah”
Satu map berisi ijazah dan surat-surat lainya, yang di perjuangkan orang tuaku dari berjualan sayur dan mengayuh becak di kota Surabaya. Membawaku LULUS SMA, sebelumnya memang aku sudah di pesan oleh pak dheku untuk membantu berjualan di Jogja sekalian akan di kuliahkan. Tapi semuanya menjadi buyar saat aku salah masuk kereta di stasiun transit.
“waduh, kok sampai sini?”
“mbak sini saya bawakan barangnya”
“oh ga usah pak,biar saya sendiri”
“ya sudah neng permisi”
“maaf, pak ini di mana ya?”
“ini di Jakarta selatan neng”
“apa?”
“iya ini Jakarta selatan, memang neng mau kemana”
“ealah, saya mau ke Jogja”
“kejauhan neng”
“iya pak,huh ya sudah pak sudah sampai sini, permisi pak”
Aku keluar dari stasiun menuju rumah makan kecil sekitar statsiun. Memesan beberpa makanan.
“bu saya nitip ini dulu ya”
“iya mbak”
Aku menuju konter lalu kembali lagi ke warung makan, menyelesaikan makanku,pembeli laki-laki masuk kewarung, dan kejadian yang mengerikan itu terjadi ketika aku selesai membayar dan pamit untuk keluar warung.
“tasku?,loh tas ku mana?”
“ada apa mbak”
“tas bu tas yang agak gede isinya baju-baju sama perhiasan”
“walah ya di bawa masnya yang kurus itu tadi”
“hah”
“kok bisa perhiasan di taruh di tas?”
“ceritanya biar aman bu, ya udah bu saya kejar dulu”
“iya mbak hati-hati”
Orangnya si pencuri itu tidak jauhlagi harus kekejar.”Pyokkkkk!!!!!” ya ampun bajuku kena comberan cipratan mobil,
“heh, maling!!”
Pencuri itu semakin kencang larinya dan naik angkutan kota,aku pucat tapi aku harus berusaha mengejarnya.tapi sekali lagi hp ku terjatuh saat mau naik bus,dan terlindas oleh mobil yang lewat jalan yang sama.aku merasa semuanya telah habis hanya dompet ini dan sedikit uang di dalamnya.
“mbak”
seorang kernet meminta jatah uang,aku menyerahkanya.
“mau turun dimana?”
Aku mengingat sebuah tempat di daerah Jakarta selatan dulu teman SMPku sempat tinggal di daerah itu tapi tidak tau di mana letaknya.
“mampang prapatan, lewatkan?”
“lewat mbak,nanti kalau deket saya ingetin”
“makasih mas”
Otakku buntu,Hp rusak parah hilang lagi, tas dan perhiasan hilang, ceroboh sampai Jakarta dan aku ndak punya keluarga di Jakarta.
“mbak udah sampai”
“makasih mas”
Aku mencari wartel dan mengabari bapak,ya wartel sudah cukup sulit untuk di cari di kota besar seperti Jakarta,dan tidak kutemukan wartel di sini.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
“kenapa mbak?”
“nga papa mas”
“gila ya?”
“heii?!,mas ada warnet ga di sekitar sini?”
“ada mbak, di sebelah sana samping pasar, nanya donk mbak kalau nyari warnet bukanya teriak-teriak”
“iya mas makasih ya”
Aku memasuki bilik warnet dan menghubungi adikku Rika lewat facebook kebetulan dia OL ,mungkin adikku juga syok mendengar semu akisahku diatas apa lagi bapak ibu pasti panic, kalu tahu aku begitu sial hari ini, aku hanya pesan pada Rika supaya kejadian sial selain nyasar ke Jakarta nga di ceritakan sama yang lain dan masalah Hp aku sudah suruh bilang Hp di jual untuk biaya hidip di Jakarta. Hari sudah mulai sore perut mulai keroncongan karena belum makan siang uang menipis.
Setelah berjalan menyusuri pasar aku berhenti diWarung Soto ayam, yang hampir tutup.
“maaf bu apa sotonya masih?”
“o masih neng, neng mau?”
“boleh bu satu ya nasinya di banyakin dikit.”
“iya neng”
“sotonya enak bu”
Seorang laki-laki separuh baya masuk warung
“o iya donk neng sortonya ibu ini sudah terkenal satu pasar”
Mereka suami istri yang serasi, suaminya berkerja sebagai kuli angkut di pasar semantara istrinya menyewa kios kecil untuk membuka warung soto di pasar. Obrolan berlanjut panjang hinga aku ceritakan kejadian yang menyebalkan mulai dari stasiun.
“walah kalau gitu, neng tinggal di kontakan kami saja neng?”
“kontakan? Nanti mbayarnya gimana”
“aduh nga usah mbayar neng dari pada rumahnya kosong udah lama,tiga bulanan belum ada yang mau karena masuk gang sempit ga bisa buat lewat montor”
“itu kontrakan bapak ibu sendiri?”
“iya neng kami warga asli sini kebetulan rumah kami luas tapi,yang tinggal Cuma kami berdua,terus rumahnya kami sekat-sekat, lumayan bisa buat di kontrakan”
“tapi kok masih jualan, dan nguli pak kan lumayan kalau dari kontrakan”
“ya, seharusnya gitu neng tapi kami ga suka diam dirumah,lebih baik kalau masih sehat gini kerja”
“iya pak, salut sama bapak”
Aku dan sepasang suami istri itu menuju kontrakan yang ada di belakang pasar, rumahnya mungil hanya cukup untuk tidur seperti di kost-kostan, untuk mandi aku bisa numpang di tempat bapak ibu yang tadi atau di MCK umum tak jauh dari sini. O iya nama sepasang suami istri adalah keluarga Baharudin,mereka sangat baik,Bu bahar mengatarkanku alat mandi baru dan pakaian-pakaian milik anaknya yang masih mereka simpan, kasur busa juga mereka sediakan. Selesai mandi aku menemuai mereka di rumahnya untuk menemani mereka ngobrol.
“oya anak ibu, Marya kemana ya?,kok ga kelihatan apa ga papa kalau bajunya saya pakai”
“Marya sudah meniggal nak Octa,sudah hampir lima tahun yang lalu, kecelakaan ketabrak mobil pas di halte nunggu bus, pas meninggal ya seusia nak Octa ini orang ceritanya dia mau pulang habis di wisuda SMA kok”
“o gitu ya bu maaf ya”
“nga papa, itu sudah takdir kami sudah menerimanya,nak bapak jadi keinget Marya waktu ketemu nak Octa Bapak ga ngebayangin gimana kalau kejadian yang neng alami menimpa Marya pasti susah”
“um iya buk,pak terimakasih atas pertolonganya”
Aku memulai kehidupan baru di Jakarta,setiap subuh aku membantu bapak dan ibu di warung Soto syukurlah warung Soto selalu ramai,bahkan katanya jadi lebih ramai setelah aku ikut membantu di warung soto .
Segerombolan dagdut keliling mampir,kewarung soto mereka adalah langanan tetap kata bu bahar.
“loh mas sudah keluar keliling lagi?”
“iya bu bahar,kita kepaksa keliling keluar lagi masih ada tangungan yang perlu di kasih makan di rumah, daripada jadi kuli bangunan capeknya lebih capek hasilnya malah lumayan ngamen gini”
“terus yang mengatikan mbak Maya Rumantir siapa?”
“ya belum ada bu, ini kami lagi nyari biduan baru, kalau bisa sih perempuan yang lebih muda dari si Maya”
“iya bu ga ada biduan ngamenya sepi banget”
Aku keluar untuk melayani mereka.
“eh eneng,baru neng?”
“iya saya sudah hampir dua bulan bantu ibu di sini”
“bu bahar kok ga ngomong punya pegawai cantik”
“eh ini bukan sekedar pegawai warung soto, ini anak saya, rajin lho mas kerjanya”
“ah ibu ini”
“lho memang kamu rajin kok”
Hari-hari berlalu, pengamen dangdut keliling semakin suram saja mukanya, usut punya usut ngamen mereka semakin sepi, mau di lakoni dari siang sampai tengah malam hasilnya semakin sedikit mereka harus mencari biduan.
“jadi kamu mau ga jadi Biduan kita?”
“biduan? Nyanyi dangdut mas, saya nga bisa nyanyi apa lagi cantik aduh jauh benget mas”
“ya nanti kamu obrolin sama bapak ibukmu dulu, kalau boleh kita berengkatnya agak sorean jam empat gitu ngamenya, biar siangnya teman-temen yang lain juga bisa kerja sambilan ya itu kalau kamu ga capek lho”
“aduh gimana ya bang rudy, ya deh nanti coba aku omongin dulu ma bapak ibu”
Aku merundingkan tawaran untuk menjadi biduan ,mereka setuju asal aku bisa membagi waktu agar tidak terlalu capek mereka juga tidak menuntutku untuk bisa membantu warung jika sudah capek,tapi akau akan tetap berusaha untuk bisa membagi waktu dengan baik dan agar tidak terlalu capek.
Aku tidak langsung mengiyakan untuk menjadi biduan tapi akau ingin mengikuti prosedur menyanyi meskipun hanya di jalanan aku tidak ingin asal menyanyi ya jadi harus di audisi dulu harus belajar nyanyi harus belajar dandan. Hari ini aku mengunjungi rumah biduan yang terdahulu mbak Maya rumantir.
“wah makin gemuk aja may”
Ledek bang Rudy ketika berkunjung kerumah maya.
“nama saya Raminten, tapi nama panggungnya Maya rumantir”
“oh iya nama saya octa mufti, nama panggungnya belum ada mbak”
“gimana kamu biduan kok ga punya nama panggung, ya sudah nanti kamu setiap sore kesini ya saya ajari nyanyi dangdut sama saya ajari make up biar tambah cantik”
Jadilah setiap sore ada semacam les untuk menjadi biduan wanita di tempat mbak Maya.sudah hampir satu bulan aku di gembelang menjadi biduan,ini adalah saat yang tepat untuk turun kejalanan,hidup di jalanan setiap sore sampai menjelang tengah malam.aku sendiri cepat akrab dengan teman-teman lainya,mereka baik dan menjagaku. Nama panggunagku mufti kimya,tidak tahu nama itu darimana asal nyeletuk saja kimya nama yang bagus sangat misterius.
rasanya hidup menjadi pengamen memang berat tapi melihat teman-teman begitu semanagat untuk mencari nafkah dengan menghibur para penonton membuatku semakin menghargai, cinta dan ketulusan pada music ini. Setiap melihat mereka memainkan music ada suatu kesyukuran dan pelepasan tersendiri yang aku lihat dari mereka. Perkerjaan mereka ini adalah pelepasan dari semua kelelahan atas perkerjaan yang lainya dan di sinilah kehidupan keduaku dimulai aku tertantang untuk menghibur kawanku para peminat music kami dan tertantang untuk menghibur diriku sendiri dari kesulitan hidup di kota kecil ini. Kota besar ini menjadi kota kecil dimataku, karena ada segelintir orang yang rela melayani dengan memberikan hiburan dan nafas kebaikanlah yang membuatnya menjadi besar. Kami terus berjalan menyusuri jalanan menyanyi dan mendengagkan lagu, memaikan music.
ada orang-orang yang sangat kuat dan sangat baik yang hidup di kota kecil yang membuat kota itu tampak lebih besar dari kota lainya.
20/12/2012
Kisah ini sebenarnya pernah saya tulis manual di SMK tapi kisah ini aku persingkat dan aku perbaiki.
0 komentar:
Posting Komentar
mohon komen tidak sara,saru,dan tidak menganggu